Melindungi Perempuan dan Anak Adalah Tugas Negara dan Masyarakat

Mataram (13 April 2021) -– Perempuan dan anak merupakan bagian dari warga Indonesia sehingga otomatis menjadi urusan negara.
Dengan keluarnya UU Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS) menjadi penguat dalam pengaturan tentang perlakuan dan tanggung jawab negara untuk mencegah, menangani kasus kekerasan seksual, dan memulihkan korban secara komprehensif. Tidak dapat lagi ada anggapan bahwa urusan perlindungan anak dan kekerasan perempuan adalah hanya urusan domistik keluarga semata, tapi merupakan urusan negara.
“Perempuan dan anak itu tanggung jawab negara”, ujar Kepala DP3AP2KB Provinsi NTB Dra.T Wismanimgsih Drajadiah saat menjadi narasumber di studio II TVRI NTB.

“Tahapan yang dilakukan oleh pemerintah untuk menangani kekerasan perempuan dan anak, yaitu Pencegahan melalui Posyandu Keluarga Penanganan kasus dan rehabilitasi bekerjasama dengan Dinas Sosial dan Unit PPA Polda NTB”, tambah Bunda Wisma.
Narasumber lain, AKBP Pujawati, Kasubdit PPA Polda NTB mengatakan data di Polda NTB mengalami penurunan, pada Tahun 2020, data kekerasan terhadap perempuan sebanyak 414 kasus, di tahun 2021 menurun menjadi 318 kasus, sedangkan data kekerasan terhadap anak pada tahun 2020, sebanyak 318 kasus, pada tahun 2021 menurun sedikit menjadi 313 kasus.
“Penanganan kasus dilakukan sinergi dengan dinas-dinas dan lembaga terkait”, ujar AKBP Pujawati.
Selanjutnya dijelaskan bahwa faktor penyebab turunnya kekerasan perempuan dan anak adalah adanya upaya-upaya seperti mediasi kekeluargaan, Sosialisasi secara masif melalui bimbingan masyarakat.
Sementara, ketua LPA Kota Mataram, Joko Jumadi menjelaskan Secara kuantitas, kita berada di tingkat menengah nasional dan secara kualitas kita berada di angka tinggi tingkat nasional untuk kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak.

Memang tren menurun tidak di ikuti tren kualitas, LPA melihat persoalan perempuan dan anak merupakan persoalan yg kompleks, penangananya tidak bisa di selesaikan oleh satu dinas, perlu bersama sama dengan lembaga dan instansi terkait.
“Saat pandemi kebanyakan kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak dilakukan melalui media online, secara umum yang menjadi sorotan adalah terkait perkawinan anak, Perda PPA kasus perkawinan dapat di tekan dengan UU TPKS”,ujar Joko Jumadi. [dodik.dp3ap2kb]

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *