KASUS perkawinan anak masih menjadi pekerjaan rumah atau PR bagi Pemprov NTB karena angkanya diklaim masih cukup tinggi. Berdasarkan data di DP3AP2KB Provinsi NTB, angka perkawinan anak tahun 2019 tercatat sebanyak 332 kasus dan di tahun 2020 sebanyak 805 kasus. Ini merupakan data dispensasi nikah di Kanwil Kemenag Provinsi NTB.
Wakil Gubernur (Wagub) NTB Dr. Hj. Sitti Rohmi Djalilah mengatakan, ke depan diharapkan agar data perkawinan usia anak tak hanya berasal dari Pengadilan Agama atau Kemenag, namun data perkawinan itu berasal dari dusun atau posyandu, sehingga angka perkawinan usia anak bisa lebih detail seperti halnya data angka stunting yang berbasis ‘‘by name by address’’.
“Nah ke depan kita harapkan data pernikahan anak juga demikian. Di dusun-dusun juga bisa mengidentifikasi. Jika ada potensi anak-anak kita yang mau nikah, ya diedukasi. Bagaimana agar anak-anak itu fokus sekolah, minimal sampai lulus SMA, itulah kenapa kita buka SMA terbuka,” kata Wagub kepada wartawan, Rabu, 8 Februari 2023.
Menurutnya, untuk mencegah kasus perkawinan anak di NTB, salah satu caranya yaitu dengan memfokuskan anak-anak untuk menempuh pendidikannya dalam menggapai cita-citanya. Selain itu, dilakukan edukasi secara berkelanjutan dengan sejumlah pihak terkait, termasuk dengan Pengadilan Agama.
Wagub mengatakan, dengan hadirnya Perda Perlindungan Anak yang sudah dimiliki Provinsi NTB, regulasi itu dinilai sudah cukup membantu mencegah perkawinan anak di daerah ini. Sebab perangkat pemerintah di tingkat bawah seperti kepala desa dan kepala dusun jadi memahami aturan tersebut.
“Bahkan jika melanggar aturan itu ada sanksinya. Jadi ini membuat mereka juga peduli untuk mencegah. Sekarang bagaimana kita mencegah agar anak-anak kita fokus sekolah,” katanya.
Kasus perkawinan anak adalah persoalan yang komprehensif, sehingga semua hal harus dilakukan intervensi. Misalnya ekonomi warga atau pelaku UMKM ditingkatkan dengan memberikan aneka pelatihan peningkatan kapasitas. Dari segi pendidikan, anak usia sekolah juga harus tetap didorong agar tetap bersekolah.
“Yang kita lakukan adalah bagaimana secara teknis melakukan pendampingan-pendampingan agar kasus perkawinan anak ini bisa kita cegah bersama seluruh pihak. Bagaimana kadus, kades, pemuka agama agar semua lebih aware. Bukan hanya PR kita di NTB saja, namun ini PR se Indonesia,” ujarnya.
Menurutnya, perkawinan anak banyak menimbulkan dampak sosial, kesehatan dan ekonomi kepada pelakunya, sehingga perlu secara terus menerus diberikan edukasi di masyarakat. Pada aspek kesehatan misalnya, banyak kasus angka stunting berawal dari perkawinan anak ini. Begitu juga dengan dampak yang lainnya, sehingga harus terus diberikan atensi oleh semua pihak.
Dinas Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak Pengendalian Penduduk dan KB
Jalan Singosari No.02-Mataram Telp.(0370)634800